Mengambil Teladan Dari Kisah Nabi Ibrahim as
Pada firman Allah swt, sebagaimana yang tersebut di dalam Surat Al Shofat : 99- 111, tentang kisah nabi Ibrahim as. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah beliau, untuk kemudian kita jadikan bekal di dalam mengarungi kehidupan ini. Sungguh sangat benar apa yang difirmankan Allah swt :
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan-nya “ ( QS Al Mumtahanah : 4 )
Diantara pelajaran yang bisa kita ambil pada kali ini adalah :
Pelajaran Pertama :
“ Dan Ibrahim berkata:”Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Rabb-ku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku . “ ( Q. S. Al Shofat : 99 )
Paling tidak, ada empat hikmah yang bisa diambil dari ayat di atas :
Allah memerintahkan kita untuk berhijrah dan mencari tempat yang kondusif untuk beribadah kepada Allah dan berdakwah di jalan-Nya. Nabi Ibrahim as, setelah sekian tahun berdakwah pada kaumnya, ternyata yang didapat bukan sambutan baik, akan tetapi cercaan, hinaan, bahkan usaha pembunuhan terhadapnya, ia dipaksa untuk menceburkan diri ke dalam api yang sedang menyala. Setelah Allah menyelematkan-nya, beliau diperintah untuk berhijrah ke negri Syam, dalam hal ini Palestina, untuk melanjutkan gerakan dakwah.
Allah memerintahkan kita untuk meluruskan niat hanya untuk mencari ridha Allah di dalam setiap perbuatan.
Allah memerintahan kita untuk membulatkan tekad di dalam menempuh sebuah tujuan yang mulia.
Allah memerintahkan kita agar senantiasa mengingat kematian, karena bagaimanapun juga hebatnya seseorang di dunia ini, akhirnya akan kembali juga kepada Allah swt . “ Inna Lillah wa Inna Ilahi Roji’un “ Kita adalah milik Allah dan akhirnya kita akan kembali kepada-Nya juga .
Pelajaran Kedua :
“ Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh “ ( Qs Al Shoffat : 100 )
Ada tiga hikmah yang bisa diambil dari ayat di atas :
Kita harus menyakini bahwa hanya Allah saja yang menciptakan, mengatur dan merawat alam semesta ini. Dan hanya Allah-lah yang menurunkan rizki, memberikan anak, menurunkan hujan, yang menghidupkan dan yang mematikan, memberikan kita sakit dan yang menyembuhkan. Nabi Ibrahim as menyakini hal itu semuanya, oleh karenanya beliau memanggil Allah dengan kata « Rabb « yaitu Yang memelihara dan Yang merawat .
Setelah kita menyakini hal itu semua, maka wajib bagi kita, - sebagai konsekwensi logis dari keyakinan tersebut - untuk tidak beribadah dan meminta pertolongan kecuali kepada Allah swt. Di sini, kita dapatkan nabi Ibrahim as tidak memohon kecuali kepada Allah agar dikarunia keturunan.
Allah swt mengajarkan kepada kita adab berdo’a. Diantaranya adalah hendaknya kita tidak meminta sesuatu kepada Allah swt di dalam kehidupan ini, kecuali jika sesuatu tersebut mempunyai maslahat di dalam hidup kita di dunia dan akherat secara bersama-sama. Kita lihat umpamanya nabi Ibrahim as, tidak meminta keturunan kecuali keturunan yang sholeh, yaitu keturunan yang akan meneruskan perjuangannya di dalam menyebarkan dan menegakkan ajaran Islam, keturunan yang akan selalu berbakti kepada orang tua di saat masih hidup, dan selalu mendo’akannya tatkala ia telah meninggal dunia. Ini sangat sesuai dengan do’a yang tersebut di dalam Q.S. Al Baqarah : 200-201 :
“ Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. “ ( QS Al Baqarah : 200-201 )
Begitu juga kita, seandainya meminta sesuatu kepada Allah , hendaknya meminta sesuatu yang ada manfaatnya di akherat kelak, seperti meminta anak yang sholeh, harta yang barakah, ilmu yang bermanfaat, istri yang sholehah dan seterusnya.
Pelajaran Ketiga :
“ Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar “ . ( Qs Al Shoffat : 101 )
Ada dua hikmah yang bisa diambil dari ayat di atas :
Kalau kita sudah berdo’a secara sungguh-sungguh dan terus-menerus, tetapi Allah belum mengabulkan-nya juga, kita tidak boleh putus asa, karena putus asa terhadap rahmat Allah adalah sifat orang-orang yang tidak beriman. Sebagaimana firman Allah :
“ Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”( QS Yusuf : 87 )
Nabi Ibrahim as sendiri tidak pernah putus asa dalam berdo’a, walaupun puluhan tahun lamanya do’nya belum diterima oleh Allah , baru pada masa tua-nya, do’a tersebut telah dikabulkan oleh Allah swt .
Kita wajib mensyukuri nikmat Allah yang diberikan kepada kita, sekecil apapun nikmat tersebut. Atau bahkan nikmat tersebut baru kita dapat di akhir hidup kita. Nabi Ibrahim mencontohkan hal ini kepada kita, dia sangat bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan kepada-nya berupa anak walaupun baru terkabulkan di akhir umurnya. Beliau memuji Allah atas nikmat tersebut :
“ Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. “ ( QS Ibrahim : 39 )
Pelajaran Keempat :
“ Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” ( QS As Shofat : 102 )
Ada lima hikmah yang bisa diambil dari ayat di atas :
Bahwa kita tidak akan mendapatkan kebahagiaan dan keberhasilan di dalam kehidupan dunia ini dan di akherat nanti, kecuali jika kita mau mengorbankan apa yang kita cintai . Nabi Ibrahim as berhasil meraih predikat kholilullah ( kekasih Allah ), karena telah mampu mengorbankan sesuatu yang dicintainya yang berupa anak , demi mencapai kecintaan kepada Allah swt. Ini sesuai dengan firman Allah swt :
« Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. « ( QS Ali Imran : 92 )
Bahwa kehidupan ini tidak kekal, dan banyak hal yang terjadi secara tiba-tiba di luar perkiraan kita. Kadang, kita dapatkan dalam kehidupan dunia ini hal-hal yang kita cintai justru malah cepat pergi dari kita, sebaliknya hal-hal yang kita benci malah datang terus kepada kita. Maka Allah menyebut kesenangan dunia ini dengan kesenangan yang menipu ( mata’u al ghurur ), karena akan sirna bahkan berubah menjadi malapetaka, jika cara mengolahnya tidak sesuai tuntunan Allah swt. Allah swt berfirman :
“ Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” ( QS Al Hadid : 20 )
Tetapi pelu diingat juga bahwa tidak setiap perkara yang kita benci pasti membawa mudharat bagi kehidupan kita. Terkadang yang terjadi adalah sebaliknya, musibah yang kita anggap akan mendatangkan malapetaka, ternyata malah membawa kita kepada kesuksesan besar di dalam hidup ini. Kita lihat umpamanya, yang dialami oleh nabi Ibrahim as, ketika diperintahkan Allah swt untuk meninggalkan istri dan anaknya yang masih kecil di tengah padang pasir, yang tidak ada tumbuh-tumbuhan dan air. Sebagai manusia, tentunya nabi Ibrahim tidak ingin mengerjakan hal tersebut kalau bukan karena perintah Allah swt. Sesuatu yang tidak dikehendaki nabi Ibrahim tersebut, ternyata telah menjelma menjadi sebuah ibadah haji yang dikemudian hari akan diikuti berjuta –juta manusia, dan dari peristiwa itu juga, keluarlah air zamzam yang dapat menghidupi jutaan orang dan bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Begitu juga, ketika nabi Ibrahim as. diperintahkan untuk menyembelih anaknya Ismail, yang sangat dicintainya. Setiap orang yang masih mempunyai hati nurani yang sehat, tentu sangat tidak senang jika diperintahkan menyembelih anaknya sendiri. Tapi apa akibatnya ? Ketika kedua-duanya pasrah, Allah membatalkan perintah tersebut dan menggantikannya dengan kambing. Dari peristiwa ini, akhirnya umat Islam diperintahkan untuk berkurban setiap datang hari raya Idul Adha. Memang, kadang sesuatu yang kita benci, justru adalah kebaikan bagi kita sendiri. Allah berfirman :
“ Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.( QS Al Baqarah : 216 )
Oleh karenanya, di dalam menghadapi ujian kehidupan dunia ini, kita haru sabar dan tawakkal, serta menyerahkan diri kepada Allah swt, sebagaimana yang dicontohkan nabi Ibrahim ketika diperintahkan untuk menyembelih anaknya sendiri. Berbeda dengan orang –orang yang tidak beriman dan tidak mempunyai keyakinan kepada janji-janji Allah swt, mereka akan goncang dan stress jika kehilangan sesuatu yang sangat dicintainya, apalagi anaknya satu-satunya yang sedang beranjak dewasa. Data dari Badan Kesehatan Dunia ( WHO ) menyebutkan bahwa 800 ribu orang dari penduduk dunia setiap tahunnya melakukan tindakan bunuh diri, 80 % nya disebabkan karena stress dan tidak kuat di dalam menghadapi berbagai problematika yang menimpa dirinya. Problematika –problematika tersebut berkisar pada masalah keluarga, pernikahan, anak, studi, pekerjaan dan lain-lainya. Dan menurut data tersebut, fenomena semacam ini paling banyak didapati di negara-negara maju, seperti Denmark, Norwegia, Perancis. Di Amerika Serikat sendiri didapatkan bahwa setiap 20 menit telah terjadi kasus bunuh diri, artinya setiap hari sebanyak 75 orang bunuh diri.
Kesenangan dunia yang diberikan Allah kepada kita, jangan sampai melalaikan kita dari beribadat kepada-Nya. Dalam rangka itulah, Allah swt setelah memberikan karunia anak yang sholeh kepada nabi Ibrahim as, dan pada saat anak tersebut beranjak menjadi dewasa, Allah swt hendak menguji nabi Ibrahim as, apakah anak yang telah lama dinanti-nantikan tersebut, yang telah lama dirawat dan didiknya sehingga menjadi dewasa dan sangat menyejukkan hati orang tuanya itu.. apakah akan melalaikannya dari ibadat dan taat kepada Allah swt ? disinilah nabi Ibrahim as diuji. Apakah dia lebih mencintai anak atau mencintai Allah swt ? Ternyata nabi Ibrahim as, secara baik telah mampu melewati ujian tersebut. Ia telah menempatkan kecintaannya kepada Allah di atas segala-galanya. Dia segera melaksanakan perintah Allah swt untuk menyembelih anaknya, dia sangat menyakini bahwa setiap yang diperintahkan Allah akan selalu berakibat baik. Sebaliknya, kalau dia tetap lebih mencintai anaknya dan melalaikan perintah Allah swt, niscaya dia termasuk orang –orang yang merugi. Allah swt berfirman :
“ Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. “ ( QS Al Munafiqun : 9 )
Pelajaran kelima :
“ Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). “ ( Q. S. Al Shofat :103 )
Seorang hamba yang sabar ketika diuji oleh Allah swt, dan taat dengan segala perintahnya, serta pasrah dengan hukum-hukum-Nya, niscaya akan mendapatkan balasan yang stimpal di dunia ini dan di sisi Allah pada hari akhir nanti.
Diantara balasan yang diberikan Allah itu adalah sebagai berikut :
Mendapat pujian dan predikat dari Allah sebagai orang berbuat baik dan tergolong orang-orang yang muhsinin . Allah berfirman :
“ Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim “ . sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu . sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.( Qs As Shofat : 104-105 )
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan-nya “ ( QS Al Mumtahanah : 4 )
Diantara pelajaran yang bisa kita ambil pada kali ini adalah :
Pelajaran Pertama :
“ Dan Ibrahim berkata:”Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Rabb-ku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku . “ ( Q. S. Al Shofat : 99 )
Paling tidak, ada empat hikmah yang bisa diambil dari ayat di atas :
Allah memerintahkan kita untuk berhijrah dan mencari tempat yang kondusif untuk beribadah kepada Allah dan berdakwah di jalan-Nya. Nabi Ibrahim as, setelah sekian tahun berdakwah pada kaumnya, ternyata yang didapat bukan sambutan baik, akan tetapi cercaan, hinaan, bahkan usaha pembunuhan terhadapnya, ia dipaksa untuk menceburkan diri ke dalam api yang sedang menyala. Setelah Allah menyelematkan-nya, beliau diperintah untuk berhijrah ke negri Syam, dalam hal ini Palestina, untuk melanjutkan gerakan dakwah.
Allah memerintahkan kita untuk meluruskan niat hanya untuk mencari ridha Allah di dalam setiap perbuatan.
Allah memerintahan kita untuk membulatkan tekad di dalam menempuh sebuah tujuan yang mulia.
Allah memerintahkan kita agar senantiasa mengingat kematian, karena bagaimanapun juga hebatnya seseorang di dunia ini, akhirnya akan kembali juga kepada Allah swt . “ Inna Lillah wa Inna Ilahi Roji’un “ Kita adalah milik Allah dan akhirnya kita akan kembali kepada-Nya juga .
Pelajaran Kedua :
“ Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh “ ( Qs Al Shoffat : 100 )
Ada tiga hikmah yang bisa diambil dari ayat di atas :
Kita harus menyakini bahwa hanya Allah saja yang menciptakan, mengatur dan merawat alam semesta ini. Dan hanya Allah-lah yang menurunkan rizki, memberikan anak, menurunkan hujan, yang menghidupkan dan yang mematikan, memberikan kita sakit dan yang menyembuhkan. Nabi Ibrahim as menyakini hal itu semuanya, oleh karenanya beliau memanggil Allah dengan kata « Rabb « yaitu Yang memelihara dan Yang merawat .
Setelah kita menyakini hal itu semua, maka wajib bagi kita, - sebagai konsekwensi logis dari keyakinan tersebut - untuk tidak beribadah dan meminta pertolongan kecuali kepada Allah swt. Di sini, kita dapatkan nabi Ibrahim as tidak memohon kecuali kepada Allah agar dikarunia keturunan.
Allah swt mengajarkan kepada kita adab berdo’a. Diantaranya adalah hendaknya kita tidak meminta sesuatu kepada Allah swt di dalam kehidupan ini, kecuali jika sesuatu tersebut mempunyai maslahat di dalam hidup kita di dunia dan akherat secara bersama-sama. Kita lihat umpamanya nabi Ibrahim as, tidak meminta keturunan kecuali keturunan yang sholeh, yaitu keturunan yang akan meneruskan perjuangannya di dalam menyebarkan dan menegakkan ajaran Islam, keturunan yang akan selalu berbakti kepada orang tua di saat masih hidup, dan selalu mendo’akannya tatkala ia telah meninggal dunia. Ini sangat sesuai dengan do’a yang tersebut di dalam Q.S. Al Baqarah : 200-201 :
“ Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. “ ( QS Al Baqarah : 200-201 )
Begitu juga kita, seandainya meminta sesuatu kepada Allah , hendaknya meminta sesuatu yang ada manfaatnya di akherat kelak, seperti meminta anak yang sholeh, harta yang barakah, ilmu yang bermanfaat, istri yang sholehah dan seterusnya.
Pelajaran Ketiga :
“ Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar “ . ( Qs Al Shoffat : 101 )
Ada dua hikmah yang bisa diambil dari ayat di atas :
Kalau kita sudah berdo’a secara sungguh-sungguh dan terus-menerus, tetapi Allah belum mengabulkan-nya juga, kita tidak boleh putus asa, karena putus asa terhadap rahmat Allah adalah sifat orang-orang yang tidak beriman. Sebagaimana firman Allah :
“ Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”( QS Yusuf : 87 )
Nabi Ibrahim as sendiri tidak pernah putus asa dalam berdo’a, walaupun puluhan tahun lamanya do’nya belum diterima oleh Allah , baru pada masa tua-nya, do’a tersebut telah dikabulkan oleh Allah swt .
Kita wajib mensyukuri nikmat Allah yang diberikan kepada kita, sekecil apapun nikmat tersebut. Atau bahkan nikmat tersebut baru kita dapat di akhir hidup kita. Nabi Ibrahim mencontohkan hal ini kepada kita, dia sangat bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan kepada-nya berupa anak walaupun baru terkabulkan di akhir umurnya. Beliau memuji Allah atas nikmat tersebut :
“ Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. “ ( QS Ibrahim : 39 )
Pelajaran Keempat :
“ Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” ( QS As Shofat : 102 )
Ada lima hikmah yang bisa diambil dari ayat di atas :
Bahwa kita tidak akan mendapatkan kebahagiaan dan keberhasilan di dalam kehidupan dunia ini dan di akherat nanti, kecuali jika kita mau mengorbankan apa yang kita cintai . Nabi Ibrahim as berhasil meraih predikat kholilullah ( kekasih Allah ), karena telah mampu mengorbankan sesuatu yang dicintainya yang berupa anak , demi mencapai kecintaan kepada Allah swt. Ini sesuai dengan firman Allah swt :
« Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. « ( QS Ali Imran : 92 )
Bahwa kehidupan ini tidak kekal, dan banyak hal yang terjadi secara tiba-tiba di luar perkiraan kita. Kadang, kita dapatkan dalam kehidupan dunia ini hal-hal yang kita cintai justru malah cepat pergi dari kita, sebaliknya hal-hal yang kita benci malah datang terus kepada kita. Maka Allah menyebut kesenangan dunia ini dengan kesenangan yang menipu ( mata’u al ghurur ), karena akan sirna bahkan berubah menjadi malapetaka, jika cara mengolahnya tidak sesuai tuntunan Allah swt. Allah swt berfirman :
“ Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” ( QS Al Hadid : 20 )
Tetapi pelu diingat juga bahwa tidak setiap perkara yang kita benci pasti membawa mudharat bagi kehidupan kita. Terkadang yang terjadi adalah sebaliknya, musibah yang kita anggap akan mendatangkan malapetaka, ternyata malah membawa kita kepada kesuksesan besar di dalam hidup ini. Kita lihat umpamanya, yang dialami oleh nabi Ibrahim as, ketika diperintahkan Allah swt untuk meninggalkan istri dan anaknya yang masih kecil di tengah padang pasir, yang tidak ada tumbuh-tumbuhan dan air. Sebagai manusia, tentunya nabi Ibrahim tidak ingin mengerjakan hal tersebut kalau bukan karena perintah Allah swt. Sesuatu yang tidak dikehendaki nabi Ibrahim tersebut, ternyata telah menjelma menjadi sebuah ibadah haji yang dikemudian hari akan diikuti berjuta –juta manusia, dan dari peristiwa itu juga, keluarlah air zamzam yang dapat menghidupi jutaan orang dan bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Begitu juga, ketika nabi Ibrahim as. diperintahkan untuk menyembelih anaknya Ismail, yang sangat dicintainya. Setiap orang yang masih mempunyai hati nurani yang sehat, tentu sangat tidak senang jika diperintahkan menyembelih anaknya sendiri. Tapi apa akibatnya ? Ketika kedua-duanya pasrah, Allah membatalkan perintah tersebut dan menggantikannya dengan kambing. Dari peristiwa ini, akhirnya umat Islam diperintahkan untuk berkurban setiap datang hari raya Idul Adha. Memang, kadang sesuatu yang kita benci, justru adalah kebaikan bagi kita sendiri. Allah berfirman :
“ Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.( QS Al Baqarah : 216 )
Oleh karenanya, di dalam menghadapi ujian kehidupan dunia ini, kita haru sabar dan tawakkal, serta menyerahkan diri kepada Allah swt, sebagaimana yang dicontohkan nabi Ibrahim ketika diperintahkan untuk menyembelih anaknya sendiri. Berbeda dengan orang –orang yang tidak beriman dan tidak mempunyai keyakinan kepada janji-janji Allah swt, mereka akan goncang dan stress jika kehilangan sesuatu yang sangat dicintainya, apalagi anaknya satu-satunya yang sedang beranjak dewasa. Data dari Badan Kesehatan Dunia ( WHO ) menyebutkan bahwa 800 ribu orang dari penduduk dunia setiap tahunnya melakukan tindakan bunuh diri, 80 % nya disebabkan karena stress dan tidak kuat di dalam menghadapi berbagai problematika yang menimpa dirinya. Problematika –problematika tersebut berkisar pada masalah keluarga, pernikahan, anak, studi, pekerjaan dan lain-lainya. Dan menurut data tersebut, fenomena semacam ini paling banyak didapati di negara-negara maju, seperti Denmark, Norwegia, Perancis. Di Amerika Serikat sendiri didapatkan bahwa setiap 20 menit telah terjadi kasus bunuh diri, artinya setiap hari sebanyak 75 orang bunuh diri.
Kesenangan dunia yang diberikan Allah kepada kita, jangan sampai melalaikan kita dari beribadat kepada-Nya. Dalam rangka itulah, Allah swt setelah memberikan karunia anak yang sholeh kepada nabi Ibrahim as, dan pada saat anak tersebut beranjak menjadi dewasa, Allah swt hendak menguji nabi Ibrahim as, apakah anak yang telah lama dinanti-nantikan tersebut, yang telah lama dirawat dan didiknya sehingga menjadi dewasa dan sangat menyejukkan hati orang tuanya itu.. apakah akan melalaikannya dari ibadat dan taat kepada Allah swt ? disinilah nabi Ibrahim as diuji. Apakah dia lebih mencintai anak atau mencintai Allah swt ? Ternyata nabi Ibrahim as, secara baik telah mampu melewati ujian tersebut. Ia telah menempatkan kecintaannya kepada Allah di atas segala-galanya. Dia segera melaksanakan perintah Allah swt untuk menyembelih anaknya, dia sangat menyakini bahwa setiap yang diperintahkan Allah akan selalu berakibat baik. Sebaliknya, kalau dia tetap lebih mencintai anaknya dan melalaikan perintah Allah swt, niscaya dia termasuk orang –orang yang merugi. Allah swt berfirman :
“ Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. “ ( QS Al Munafiqun : 9 )
Pelajaran kelima :
“ Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). “ ( Q. S. Al Shofat :103 )
Seorang hamba yang sabar ketika diuji oleh Allah swt, dan taat dengan segala perintahnya, serta pasrah dengan hukum-hukum-Nya, niscaya akan mendapatkan balasan yang stimpal di dunia ini dan di sisi Allah pada hari akhir nanti.
Diantara balasan yang diberikan Allah itu adalah sebagai berikut :
Mendapat pujian dan predikat dari Allah sebagai orang berbuat baik dan tergolong orang-orang yang muhsinin . Allah berfirman :
“ Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim “ . sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu . sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.( Qs As Shofat : 104-105 )
Dikutip dari: Khutbah 'Idul Adha Ahmad Zain Annajah
0 komentar:
Posting Komentar